5. KEUNIKAN MASJID MERAH PANJUNAN


Masjid dengan luas 150 meter persegi ini dahulu digunakan sebagai tempat syiar Islam yang dilakukan Sunan Gunung Jati bersama pengikut setianya. Uniknya, masjid yang juga dikenal sebagai tempat pengesahan Walisongo ini memiliki puluhan mangkuk atau piring bercorak menarik yang menempel pada dinding-dinding ruangan masjid. Ini merupakan pengaruh bangunan budaya China dan Eropa, ada sebuah legenda bahwa keramik Tiongkok itu merupakan bagian dari hadiah kaisar China ketika Sunan Gunung Jati menikahi putri sang kaisar yang bernama Tan Hong Tien Nio. Adanya hubungan dengan Tiongkok sejak zaman Wali Songo itu juga ditunjukkan dengan keberadaan Vihara Dewi Welas Asih, sebuah wihara kuno dengan dominasi warna merah yang berdiri tak jauh dari masjid. bukan hanya itu selain dinding yang dihias dengan mangkuk dan piring piring menarik, masjid merah panjunan juga mempunyai sajadah yang berwarna merah sesuai dengan nama masjid itu sendiri. Hal ini menjadi keunikan tersendiri bagi bangunan masjid.

Keunikan lain dari struktur bangunan adalah bagian atap yang menggunakan genteng tanah warna hitam dan hingga kini masih dijaga keasliannya. Namun sayangnya, beberapa keramik yang ada di tembok pagar ada yang sudah dicukil oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, terutama yang ada pada bagian pagar temboknya.

Dilihat dari bangunannya, masjid Merah Panjunan memiliki gaya perpaduan antara budaya dan agama yaitu Hindu dan Budha karena pada saat itu agama Islam belum terlalu tersebar. Selain itu dipengaruhi oleh gaya Jawa dan Cina. Berbagai perpaduan gaya tersebut menjadikan masjid Merah Panjunan ini sangat unik dan menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Terdapat sebuah pagar yang mengelilingi masjid ini yang terbuat dari susunan bata merah. Pagar tersebut dibangun pada tahun 1949 oleh Pnembahan Ratu yang juga merupakan seorang cicit dari Sunan Gunung Jati. Sama halnya bebarengan dengan pembangunan pintu masuk dengan adanya bangunan candi Bentar dan pintu panel berukir dari jati. Kemudian pada tahun 1978 dibangun menara yang berada di halaman depan sebelah selatan masjid oleh beberapa masyarakat disana.
Masjid Merah Panjunan juga pernah mengalami beberapa kali renovasi dan terakhir dilaksanakan pada tahun 2001 hingga 2002 oleh dinas kebudayaan dan pariwisata provinsi Jawa Barat. Renovasi tersebut dilakukan dalam penggantian atap sirap masjid Merah Panjunan. Saat ini masjid tersebut termasuk bangunan dengan ukurannya kecil. Jarak dari atap dan lantai masjid seperti halnya rumah-rumah tua yang berada di Jawa. Pada bagian bangunan utama masjid berukuran 25×25 meter dan juga halaman masjid tersebut tidak terlalu luas. Lantai keramik masjid pun berwarna merah marun serta gerbang dan dinding juga menggunakan bahan batu bata. Hal tersebut sangat jarang digunakan karena biasanya bahan batu bata digunakan untuk membangun candi. Masjid ini juga disokong dengan tiang penyangga yang berjumlah 17  dengan setiap ujungnya terdapat bentuk bintang delapan bunga. Tak hanya itu saja, mesipun masjid Merah Panjunan ini tidak tergolong megah, namun bagian interior masjid sangat menarik berhias berbagai hiasan seperti salah satunya piring keramik yang menempel di dinding masjid.

Menurut Nasiruddin, pengelola Masjid Panjunan, masjid yang memiliki dua ruangan ini hingga sekarang digunakan sebagai tempat ibadah. Masjid ini hanya digunakan untuk salat sehari-hari seperti shalat shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan juga isya yang dilakukan secara berjamaah.Satu dari dua ruangan hanya dibuka atau digunakan satu kali yakni pada saat peringatan Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Meski masjid ini terletak di permukiman keturunan Arab, pengaruh budaya Arab terlihat sedikit. Konon, hal ini dilakukan sebagai bentuk pendekatan kultural yang digunakan dalam penyebaran agama Islam. Hingga kini, Masjid Panjunan masuk dalam cagar budaya yang dilindungi dan terus dirawat keasliannya.
Share:

4. ARSITEKTUR MASJID MERAH PANJUNAN


Bangunan lama mushala itu berukuran 40 meter persegi saja, kemudian dibangun menjadi berukuran 150 meter persegi karena menjadi masjid.

Meskipun pendiri Masjid Merah Panjunan adalah seorang keturunan Arab, dan Kampung Panjunan adalah merupakan daerah permukiman warga keturunan Arab, namun pengaruh budaya Arab terlihat sangat sedikit pada arsitektur bangunan Masjid Merah Panjunan ini. Barangkali ini adalah sebuah pendekatan kultural yang digunakan dalam penyebaran Agama Islam pada masa itu.

Arsitektur Masjid Panjunan merupakan perpaduan budaya Hindu, Cina, dan Islam. Sekilas masjid ini tidak seperti masjid pada umumnya karena memang bentuk bangunannya menyerupai kuil hindu, adanya mihrab yang membuat bangunan Masjid Merah Panjunan ini menjadi terlihat seperti sebuah masjid, serta adanya beberapa tulisan berhuruf Arab pada dinding. Beberapa keramik buatan Cina yang menempel pada dinding konon merupakan bagian dari hadiah ketika Sunan Gunung Jati menikah dengan Tan Hong Tien Nio.

Ruangan utama Masjid Merah Panjunan langit-langitnya ditopang oleh lebih dari lima pasang tiang kayu. Umpak pada tiang penyangga juga memperlihatkan pengaruh kebudayaan lama. Sementara keramik yang menempel pada dinding memperlihatkan pengaruh budaya Cina dan Eropa.

Pada bagian mihrab dihiasi dengan keramik yang indah. Lengkung pada mihrab pun yang berbentuk paduraksa juga memperlihatkan pengaruh budaya lama. Di Masjid Merah Panjunan ini tidak ada mimbar, karenanya hanya digunakan untuk sholat sehari-hari, tidak untuk ibadah sholat Jumat, atau sholat berjamaah di Hari Raya Islam.

Tampak muka Masjid Merah Panjunan yang terbuat dari susunan batu bata merah yang pintu gapuranya memperlihatkan pengaruh Hindu dari zaman Majapahit yang banyak bertebaran di daerah Cirebon. Gapura yang susunan batanya berwarna merah memberikan nama tengah kepada masjid ini. Adalah Panembahan Ratu yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati yang membangun tembok keliling bata merah setinggi 1,5 m dan ketebalan 40 cm pada tahun 1949.
Konon masjid ini dibangun dalam waktu semalam dan yang menjadi arsiteknya ialah Pangeran Losari. Lantai keramik berwarna merah marun, gerbang dan dinding dari bata berwarna merah pula. Semula bernama Mushola Al-Athya namun dikarenakan bata merah yang dijadikan pagarnya membuat mushola ini lebih dikenal Mesjid Batu Merah Panjunan. Karena lokasinya berada di Kampung Panjunan Desa Panjunan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota Cirebon.
Gaya arsitekturnya perpaduan tradisi Jawa, Cina, Eropa, dan Islam sehingga menghasilkan bangunan yang unik dan menarik. Hal ini menjadi simbol akulturasi budaya serta penyelarasan syari’i dan tradisi. Mesjid Merah disokong 17 tiang penyangga yang melambangkan jumlah rakaat salat dalam sehari semalam.
Terdapat sebuah pagar yang mengelilingi masjid ini yang terbuat dari susunan bata merah. Pagar tersebut dibangun pada tahun 1949 oleh Pnembahan Ratu yang juga merupakan seorang cicit dari Sunan Gunung Jati. Sama halnya bebarengan dengan pembangunan pintu masuk dengan adanya bangunan candi Bentar dan pintu panel berukir dari jati. Kemudian pada tahun 1978 dibangun menara yang berada di halaman depan sebelah selatan masjid oleh beberapa masyarakat disana.
Masjid Merah Panjunan juga pernah mengalami beberapa kali renovasi dan terakhir dilaksanakan pada tahun 2001 hingga 2002 oleh dinas kebudayaan dan pariwisata provinsi Jawa Barat. Renovasi tersebut dilakukan dalam penggantian atap sirap masjid Merah Panjunan. Saat ini masjid tersebut termasuk bangunan dengan ukurannya kecil. Jarak dari atap dan lantai masjid seperti halnya rumah-rumah tua yang berada di Jawa. Pada bagian bangunan utama masjid berukuran 25×25 meter dan juga halaman masjid tersebut tidak terlalu luas. Lantai keramik masjid pun berwarna merah marun serta gerbang dan dinding juga menggunakan bahan batu bata. Hal tersebut sangat jarang digunakan karena biasanya bahan batu bata digunakan untuk membangun candi. Masjid ini juga disokong dengan tiang penyangga yang berjumlah 17  dengan setiap ujungnya terdapat bentuk bintang delapan bunga. Tak hanya itu saja, mesipun masjid Merah Panjunan ini tidak tergolong megah, namun bagian interior masjid sangat menarik berhias berbagai hiasan seperti salah satunya piring keramik yang menempel di dinding masjid.
Share:

3. UNSUR-UNSUR DIDIRIKANNYA MASJID MERAH PANJUNAN


Pendirian Masjid Merah Panjunan lebih disebabkan oleh karena belum adanya Masjid Agung di wilayah Caruban selain sebuah tajug sederhana, yaitu Masjid Pejlagrahan yang sampai saat ini juga masih ada. Selain itu, dapat dilihat juga adanya beberapa alasan lain yang melatarbelakangi pendirian Masjid Merah Panjunan.
Fungsi politis juga ikut mewarnai pembangunan Masjid Merah Panjunan selain fungsi praktis tersebut di atas. Fungsi ekonomis dari pembangunan Masjid Merah Panjunan dapat dilihat dari keberadaannya di wilayah yang merupakan sentra produksi dan pemasaran gerabah, karena pada saat itu masjid merupakan tempat khalayak ramai berkumpul. Bahkan fungsi ini kemudian juga mempengaruhi nama wilayah sekaligus nama masjid ini yaitu Panjunan. Wilayah Panjunan dan sekitarnya menjadi sentra perdagangan dalam wilayah Cirebon, kota perdagangan pantai yang sangat ramai saat itu, sehingga penduduknya berasal dari berbagai macam suku bangsa. Berangkat dari asumsi bahwa masjid sebagai bangunan publik sehingga menjadi cerminan kebudayaan publik yang memilikinya dan realitas dari wujud fisik bangunan Masjid Merah Panjunan memperlihatkan adanya perpaduan budaya dan agama masyarakatnya dalam wujud akulturasi. Proses akulturasi di Indonesia sudah terjadi semenjak masa pra-Islam, yaitu Budha dan Hindu. Agama Hindu datang ke Indonesia dibawa oleh bangsa India.
Setelah kedatangan agama Hindu dan Budha ke Indonesia, datanglah agama Islam. Agama-agama tersebut kemudian bertemu dan mengadakan kontak secara terus-menerus. Akhirnya terjadilah akulturasi antara kedua agama tersebut. Wujud akulturasi tersebut dapat dilihat dari adanya unsur-unsur budaya yang ada pada arsitektur Masjid Merah Panjunan.
Jika menggunakan agama dan asal sebagai agen pengaruh budaya maka unsur-unsur akulturasi tersebut adalah sebagai berikut.
1. Unsur budaya Islam; Selain jelas dari wujud fisik dan fungsi praktis dari masjid ini yaitu sebagai bangunan peribadatan umat Islam, maka dapat dilihat lebih terperinci juga unsur-unsur khas yang berasal dari pengaruh Islam. Unsur budaya Islam dapat kita lihat pada mimbar, mihrab, tempat wudlu, dan beberapa ragam hias kaligrafi yang terlihat di tiang dan blandar.
2. Unsur budaya Jawa; Unsur budaya Jawa masih sangat terlihat dalam arsitektur Masjid Merah Panjunan ini yaitu dari jenis bangunannya yang jelas menggunakan arsitektur Jawa yaitu tajug dan limasan. Selain itu juga dapat dilihat dari pola konstruksi dan susunan arsitekturalnya.
3. Unsur budaya Cina; Pengaruh dari Cina juga ditemukan pada Masjid Merah Panjunan ini yang dapat dilihat dari penggunaan beberapa keramik produksi Cina untuk hiasan tempel, dan penggunaan bahan sirap seperti pada bangunan khas Cina.
4. Unsur budaya Hindu; Unsur budaya Hindu secara eksplisit tidak banyak dapat dilihat secara langsung pada wujud fisik bangunannya, tetapi jika dikaitkan dengan makna-makna filosofis dan simbol-simbol yang ada pada Masjid Merah Panjunan, masih dapat ditemukan adanya kelanjutan-kelanjutan pemakaian makna filosofis Hindu yang kemudian disesuaikan dengan ajaran Islam.
5. Unsur budaya Eropa; Unsur budaya Eropa dalam arsitektur Masjid Merah Panjunan dapat kita lihat dengan jelas pada keramik-keramik produksi Eropa, khususnya Belanda.

Unsur-unsur tersebut diatas, semuanya disusun dan diterapkan sedemikian rupa sesuai dengan selera estetika pada jamannya. Selera jaman yang saat itu juga sudah dipengaruhi oleh aktivitas perdagangan orang-orang Eropa kemudian juga mempengaruhi estetika akulturatif di atas. Dibangunnya masjid ini memang terdapat banyak faktor pemicu pembangunan masjid merah panjunan ini mulai dari faktor budaya, agama, ras, bangsa, dan lain sebagainya.
Share:

2. SEJARAH DIBANGUNNYA MASJID MERAH PANJUNAN


Masjid ini adalah masjid tertua di Cirebon, didirikan oleh Pangeran Panjunan tahun 1453, lebih tua dari Masjid Demak (1477), Masjid Menara Kudus (1530) dan Masjid Sang Cipta Rasa (1489).
Gerbang dan dinding bata merah sangat mencolok dan tak lazim sebagai bangunan masjid, batu bata sangat lumrah dipakai untuk membuat candi. Awalnya masjid ini bernama Al-Ath yang yang artinya dikasihi, namun karena pagarnya yang terbuat dari bata merah menjadikan masjid ini lebih terkenal dengan sebutan, Masjid Merah Panjunan. Awalnya masjid ini merupakan Tajug atau Mushola sederhana, karena lingkungan tersebut adalah tempat bertemunya pedagang dari berbagai suku bangsa, Pangeran Panjunan berinisiatif membangun Mushola tersebut menjadi masjid dengan perpaduan budaya dan agama sejak sebelum Islam, yaitu Hindu – Budha. Selain faktor agama tersebut, arsitektur masjid ini dipengaruhi oleh gaya Jawa dan Cina.
Dilihat dari luar, Masjid Merah Panjunan sangat menarik perhatian, terutama bagi orang yang baru pertama kali datang ke Cirebon, Jawa Barat. Warna merah bata mendominasi keseluruhan bangunan. Perpaduan Arab dan Tiongkok ini tak lain terjadi karena Cirebon, yang pernah bernama Caruban pada masa silam, adalah kota pelabuhan. Lantaran lokasi masjid itu di kawasan perdagangan, sungguh tak aneh jika Masjid Merah—semula mushala Al-Athyah— tumbuh dengan berbagai pengaruh, seperti juga semua keraton yang ada di Cirebon.
Dalam sebuah catatan sejarah yang mengacu pada Babad Tjerbon, nama asli Pangeran Panjunan adalah Maulana Abdul Rahman. Dia memimpin sekelompok imigran Arab dari Baghdad. Sang pangeran dan keluarganya mencari nafkah dari membuat keramik. Sampai sekarang, anak keturunannya masih memelihara tradisi kerajinan keramik itu, meski kini lebih untuk tujuan spiritual ketimbang komersial.
Share:

1. PENAMAAN MASJID MERAH PANJUNAN


Dinamakan dengan nama masjid Merah karena hampir keseluruhan masjid ini berwarna merah. Sedangkan nama Panjunan terletak di kampung Panjunan, kampung pembuat Jun atau keramik porselen. Kampung ini didirikan oleh Pangeran Panjunan (salah satu murid Sunan Gunung Jati). Nama asli dari Pangeran Panjunan adalah Maulana Abdul Rahman, pemimpin kelompok pendatang Arab dari Baghdad. Sang Pangeran dan keluarga mencari nafkah dari membuat keramik porselen. Begitu juga anak keturunan mereka sampai sekarang tetap membuat keramik porselen, sehingga tempat itu kemudian diberi nama Panjunan, pembuat Jun..Profesi tersebut sangat ditekuni oleh beliau dan beberapa keturunannya namun seiring berkembangnya zaman, saat ini bangunan telah terkikis dan menyisakan sebuah kenangan.

Lokasi masjid Merah Panjunan ini berada di Jalan Kolektoran Kampung Panjunan, Desa Panjunan Kecamatan Lemah Wunguk kota Cirebon Jawa Barat. Sejarah dari masjid Merah Panjunan ini tidak lepas dari sosok Pangeran Panjunan atau Maulana Abdul Rahman. Beliau adalah seorang murid dari Sunan Gunung Jati. Pangeran Panjunan membangun masjid ini pada tahun 1480 yang awalnya berupa surau kecil dengan ukuran 150 m2. Masjid ini di dirikan dalam lingkungan perkampungan masyarakat keturunan Arab di Cirebon.
Pangeran Panjunan sendiri adalah seorang pemimpin dari kelompok pendatang Arab dari Baghdad. Beliau beserta keluarganya datang ke Cirebon untuk mencari nafkah dengan cara membuat keramik porselen. Tak heran kini kampungnya pun terkenal dengan nama Kampung Panjunan. Pada proses pembangunan masjid nya pun konon katanya di desain oleh Pangeran Losari. Pangeran Losari atau Pangeran Angkawijaya-yang makamnya berada di pemakaman Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, adalah merupakan cucu Sunan Gunung Jati. Panembahan Losari adalah anak dari perkawinan pasangan Ratu Wanawati ( Cirebon ) dengan anak keturunan Raja Demak, Pangeran Dipati Carbon.
Awalnya pembangunan masjid tersebut digunakan untuk para pedagang melaksankan ibadah shalat. Seiring berjalannya waktu, masjid merah panjunan kini tak hanya difungsikan sebagai tempat shalat, masjid Merah Panjunan juga menjadi sebuah tempat bagi Wali Songo untuk menyebarkan dan mengajarkan agama islam. Terutama Sunan Gunung Jati dan pangeran Panjunan yang sangat rajin dan antusias untuk menyebarkan ajaran agama islam.
Share:

Translate

Tentang Kami

Kami adalah Mahasiwa Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang sedang melakukan kegiatan obeservasi tentang Cagar Budaya di wilayah Cirebon salah satunya Masjid Merah Panjunan , Selamat Membaca yaa kawan-kawan semoga bermanfaat ilmu nyaa jikapun ada yang kurang apa yang kami sampaikan kami mohon maaf dan bisa beri komentarnya kawan-kawannya sekalian dikolom yang sudah tersedia.
" Terimakasih "

Halaman

Postingan Populer

Total Tayangan Halaman